Oleh-oleh Kursus Kilat dari Petenis 'Andalan' Inggris

Dalam sebulan ini ada sembilan event menulis yang telah saya ikuti. Temanya beragam. Mulai dari yang sangat ringan seperti memaparkan infor...

Dalam sebulan ini ada sembilan event menulis yang telah saya ikuti. Temanya beragam. Mulai dari yang sangat ringan seperti memaparkan informasi sebuah produk (dimana saya harus bertransformasi menjadi staf marketing), mengurai kisah pertemanan, me-review jasa agen perjalanan, atau yang lumayan berat seperti menulis artikel dengan tema diversifikasi, politik dan pemerintahan, feminism, korupsi, pendidikan dan filsafat, hingga bagian tersulit yaitu puisi. Ya. Puisi (masih) merupakan hal tersulit bagi saya sebab harus merangkai bahasa sederhana, namun bisa asik tatkala ia disuarakan di tengah publik.
 


Berpartisipasi dalam event menulis adalah hal perdana bagi saya. Setidaknya perdana sekali jika dihitung setelah saya menamatkan studi pada Perguruan Tinggi Negeri. Karena itu sengaja saya luangkan waktu dan fokus pada event menulis yang saya dapatkan dari akun instagram @infolombamenulis dan dari blog adaresensi.com.

Saya ini tipe orang yang serius dalam melakukan pekerjaan. Sebab itu ketika memutuskan terlibat dalam suatu proyek, saya akan mengerahkan segala upaya sejak dari mengawali hingga menuntaskannya. Saya pastikan benar-benar kalau hal yang akan saya geluti adalah hal yang juga saya sukai. Saya yakinkan diri bahwa hal yang saya sukai cukup bermanfaat bagi perjalanan hidup kelak. Singkatnya saya tak ingin sekedar berpartisipasi atau iseng-iseng atau ikut-ikutan dengan niat secukupnya: yang terpenting di sana adalah nama saya telah tertulis sebagai peserta.

Oleh sebab itu saya tak ingin main-main kendati saya memahami bahwa ada hasil yang tak sesuai harapan, ada bayang-bayang kegagalan yang senantiasa meresahkan.

Jadi kira-kira sebulan lalu saya menemukan lomba menulis berserakan di jagat maya. Saya pungut kemudian saya simpan. Esok harinya lomba menulis tersebut saya cermati dan telaah satu persatu. Setelah diseleksi benar-benar, lomba yang berjumlah puluhan akhirnya mengerucut jadi sembilan. Fix! Ada sembilan lomba menulis yang sudah berjejer rapi dalam folder, siap-siap dieksekusi.

Namun sayangnya dari kesembilan lomba menulis tersebut, tak satupun nama saya tertera pada daftar pengumuman pemenang. Ditambah lagi ada satu lomba yang saya gadang-gadang bakal saya menangkan ternyata tak selaras dengan perkiraan. Tapi begitulah, takdir tak dapat diprediksi karena sepenuhnya ia berada dalam wilayah Sang Maha. Saya tak diberi legalitas mengukir takdir sendiri juga tak diizinkan menyibak tirai masa depan. Mau tidak mau saya harus memahami kewenangan absolut bahwa segala yang terjadi di muka bumi telah tertulis di Lauh Mahfudz.

Nyatanya, mengalami kekalahan beruntun memang memilukan. Nyala hidup menjadi redup. Redup, ibarat obor yang ditingkahi angin. Langkah kaki menyeretmu ke dalam sunyi. Sunyi yang tak terpermanai. Suasana hati terasa amat dingin seolah dibekukan salju bulan Desember. Ketakutan menyergap perlahan-lahan. Udara begitu sesak hingga kau lebih memilih membenamkan diri di balik selimut ketimbang berjalan di luar rumah apalagi bercakap-cakap dengan orang lain. Rasanya seperti dilumat oleh Pelahap Maut, makhluk jahat dalam serial Harry Potter. Sungguh suatu keadaan yang tak lagi terdefinisikan dengan bahasa.

Tapi saya pikir tak ada gunanya larut dalam suasana hati yang berkabut apalagi sampai merutuki nasib dan berprasangka buruk pada Tuhan. Tak perlu mengarang-ngarang cerita bahwa panitia penyelenggara telah berbuat curang atau tak piawai dalam menilai sebuah tulisan. Tak perlu pula mencari pelampiasan rasa kesal. Clubbing atau minum-minum khamar, misalnya. Sebab dua hal tersebut hanya akan menggiring seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan masalah.

Saya sedih atas kekalahan itu sehingga membuat aroma kekecewaan dan kekesalan menguar seharian. Well, saya mencoba menikmatinya serta menanamkan kesadaran bahwa saya telah kalah. Karena kita tak perlu terus menerus menghibur diri, bukan?

Lantas saya mengambil jalan lain dengan membiarkan hati ini merasakan setiap inci kekecewaan, memaksa diri menghadapi kenyataan serta belajar memahami fakta bahwa: ‘takdir Tuhan ada di ujung usaha manusia’. Dengan begitu saya bisa memetik hal-hal penting dari kekalahan, memperbaiki kekurangan, serta belajar mengompromikan gaya tulisan terhadap tema lomba menulis yang akan saya ikuti nantinya. Dan dengan begitu pula saya bisa tegar dan ikhlas menerimanya. Lagipula tak ada gunanya menipu diri sendiri dengan pura-pura bahagia menjalani hidup setelah dihimpit kegagalan bertubi-tubi. Bagi saya itu bukan cara yang bijak.

Tak pelak lagi bahwa setiap manusia pernah mengalami fase-fase gelap dalam hidup mereka. Sebut saja Andy Murray, Petenis dunia asal Inggris. Kenapa contoh figur dalam tulisan ini harus Andi Murray? Apa karena saya menggemari olahraga bola bulat yang dpukul dan diterbangkan ke sana kemari? Tentu saja tidak. Akan tetapi satu pekan lalu tak sengaja mata saya membentur satu halaman berisi perjalanan Lelaki curly tersebut.

Andi Murray, gelar sebagai petenis dunia bukan sesuatu yang mudah ia raih. Meski berbagai turnamen bergengsi berhasil ditaklukkan dan membuat peringkatnya naik dari ke-375 dunia pada usia 18 tahun hingga nangkring di 10 besar dunia pada ujung masa remajanya, akan tetapi ia pernah dipecundangi oleh petenis kaliber dunia seperti Rafael Nadal dan Novak Djokovic.

Pernah pula petenis kelahiran 5 Mei 1987, Glasgow-Skotlandia ini, menjadi bulan-bulanan Roger Federer pada penampilan pertamanya di final Grand Slam Amerika Terbuka, 2008. Sehingga langkah menuju tahta itu pun harus terhenti dengan skor 6-4, 5-7, 3-6, 4-6. Murray tak bisa membendung air mata. “Hampir saja mewujudkan mimpi setiap petenis” ujarnya penuh sesal.

Namun kekalahan demi kekalahan memberinya banyak pelajaran. Murray pun mencoba mengubah permainannya, melatih diri untuk lebih fokus dan disiplin. Ketika kalah, yang ada dalam pikiran Murray hanyalah: bekerja lebih keras, bermain lebih bagus.

Walhasil, pada turnamen tenis Amerika Terbuka 2012, ia berhasil membungkam petenis Serbia, Novak Djokovic, 7-6 (12-10), 7-5, 2-6, 3-6, 6-2.

Kemenangan di Negeri Abang Sam itu sekaligus menandai sejarah: ia adalah petenis Inggris pertama yang menyandang predikat juara Grand Slam sejak Fred Perry melakukannya pada 1936.
Pengalaman Andi Murray semakin membuka pikiran saya bahwa hidup memang tak selalu berjalan mulus. Siapapun orangnya, tentu pernah merasakan pahit getir kehidupan: suka-duka, menang-kalah, naik-turun.

Ada momen yang membuat kita tersenyum gembira seraya menegakkan kepala, namun ada momen yang memaksa kita harus menunduk dalam-dalam seraya mengusap dada. Terlebih lagi jika momen kegagalan tersebut bersarang cukup lama. Untuk itu kadang saya berpikir: mengapa semua orang selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan, sedangkan aku tidak mendapatkan apa-apa? Aku lelah menjadi tangguh sepanjang waktu.

Beberapa pekan setelah itu keadaan saya membaik seperti sedia kala. Saya terus berbenah: membaca, menulis dan mengasah ketajaman kata-kata. Saya mengikuti petuah Murray: bekerja lebih keras, bermain lebih bagus. Di samping itu saya juga belajar fokus dan disiplin, dua hal yang ternyata teramat sulit diterapkan. Sungguh!

Jika teringat kekalahan beruntun itu, saya takut menulis lagi dan membiarkan hari berlalu begitu saja. Karena rasa mual dan kecewa masih tegas membekas. Tapi memutuskan berhenti dan tak melakukan apa-apa justru semakin memperunyam keadaan. Akhirnya saya terus berjalan dan menolak membiarkan rasa takut menang.

* Meski saya senantiasa belajar meneguhkan hati dan menjaga kewarasan agar tak larut dengan perangai kehidupan yang selalu berusaha menjatuhkan

Tag: andi murray, tennis, petenis inggris, grand slam, menang, kalah, mental

COMMENTS

Name

asian games 2018 , 1 , asiangameskita , 1 , ayah , 1 , ayam geprek , 1 , ayam geprek kota medan , 1 , BPOM , 1 , cerpen , 1 , energiasia , 1 , event , 4 , Headline , 25 , I am geprek bensu , 1 , kateter , 1 , KISAH , 14 , perspektif , 33 , prostat , 1 , review , 3 , sakit , 1 ,
ltr
item
Perspektif: Oleh-oleh Kursus Kilat dari Petenis 'Andalan' Inggris
Oleh-oleh Kursus Kilat dari Petenis 'Andalan' Inggris
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjb1E2_BLS6Hnv-XZZ_6YSgYYxOJytCxrYTJn8_fJsnHgLCnzb4KwUNcyiwATmeUx8tjPd70WGAqJ_hwDJw0sUWwrxeHW_vsWIN7wpJZmwmIXB3VYgJSUplP-kySEHR-nQ1jsJJ87VtQ7g/s1600/am.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjb1E2_BLS6Hnv-XZZ_6YSgYYxOJytCxrYTJn8_fJsnHgLCnzb4KwUNcyiwATmeUx8tjPd70WGAqJ_hwDJw0sUWwrxeHW_vsWIN7wpJZmwmIXB3VYgJSUplP-kySEHR-nQ1jsJJ87VtQ7g/s72-c/am.jpg
Perspektif
https://dinnafnorris.blogspot.com/2018/06/oleh-oleh-kursus-kilat-dari-petenis.html
https://dinnafnorris.blogspot.com/
https://dinnafnorris.blogspot.com/
https://dinnafnorris.blogspot.com/2018/06/oleh-oleh-kursus-kilat-dari-petenis.html
true
2888535187332573494
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy