Diskusi Ala Hutan RImba

Tak banyak orang piawai mengendalikan emosi ketika berada dalam situasi diskusi yang panas. Sebagian cenderung tersulut kemudian meresp...


Tak banyak orang piawai mengendalikan emosi ketika berada dalam situasi diskusi yang panas.
Sebagian cenderung tersulut kemudian merespon dengan cara berteriak lantang atau memotong
pembicaraan saat lawan bicara sedang berusaha memberi penjelasan. Hal ini mengingatkan saya
pada Adian Napitupulu, politisi sekaligus senator yang berasal dari partai berlambang banteng
moncong putih. Adapula yang bereaksi brutal hingga membuat pemirsa menganga sambil geleng-
geleng kepala. Seperti yang pernah ditunjukkan Munarman saat menyiram lawan bicaranya,
Thamrin Tomagola dengan segelas air. Bahkan seorang Akbar Faisal yang biasanya cukup tenang
pun bisa terpeleset ke arus jeram. Kala itu politisi dari Fraksi Hanura ini menjerit dan berteriak saat
argumennya dibantah keras-keras oleh Jonru dalam sebuah acara diskusi bergengsi yang dipandu
Karni Ilyas.

Hal-hal demikian mudah ditemukan pada acara-acara diskusi atau talk show di televisi. Sebuah
layar segiempat yang menyuguhkan praktek debat yang tak jarang dibumbui pertengkaran, saling
bersitegang urat leher, dan berlomba teriak hingga penonton kesulitan mencari esensi apa yang
terkandung dalam sebuah diskusi. Topik yang tadinya menarik dan berguna, jadi teralihkan karena
acara tersebut mempertontonkan komunikasi ala hutan rimba: mengaum sekeras-kerasnya agar
semua makhluk merasa keder dan ketakutan. Jagoan!

Saya tak tahu pasti apakah prilaku demikian efektif membuat lawan bicara memahami apa yang
disampaikan. Saya juga tak tahu mengapa acara-acara sejenis talks show atau diskusi harus saling
serang, menunjukkan egoisme dengan mengoceh tanpa henti dan tak memberi kesempatan bagi
lawan bicara menyampaikan argumennya. Namun yang acap saya amati, berteriak dan gemar
memotong pembicaraan cukup mujarab membungkam pergerakan rival diskusi. Lawan bicara akan
terkejut, gugup, jiper, dan sebagian memilih diam. Alasan diam itu beragam.

  • Bukan untuk mendengarkan melainkan mencoba bersabar di tengah deraan keberingasan. 
  • Mereka paham bahwa membantah atau menyampaikan argumen di hadapan orang yang sedang emosi tak ada faedahnya sama sekali.
  • Diam-diam mereka bertanya dalam hati: hewan macam apa yang ada di depanku sekarang ini?
  • yang terakhir, tak hendak mencoreng martabat dan harga diri dengan saling adu teriak dan berbantah-bantahan
 Betul bahwa diskusi harus ‘berisik’ sebab dihadiri individu yang berasal dari kelompok berbeda
dengan pemikiran berbeda pula. Akan tetapi meyampaikan argumen dengan bingkai teriakan,
ekstra emosi, dan menyela pembicaraan bukan cara terbaik untuk membuat orang paham dan
mengerti akan maksud yang hendak disampaikan. Lagipula, apa sebenarnya yang hendak dicapai
dalam sebuah diskusi? Glorifikasi karena telah berhasil menghempang lawan bicara, tepuk tangan
membahana karena menjadi pemenang debat, atau hendak menyampaikan pemikiran untuk dapat
dicerna agar tidak disalah pahami?

Apa mereka pikir dengan berteriak-teriak saat debat itu keren? Apa mereka pikir sikap reaksioner
dan emosional saat debat itu mulia? Apa mereka pikir memotong ucapan lawan bicara merupakan
bentuk kecerdasan?

Tentunya butuh banyak praktek dan pengalaman untuk mengelola emosi agar tak menjadi
bumerang yang akhirnya malah meruntuhkan marwah dan harga diri di depan banyak orang. Dan
dari sedikit orang yang cukup piawai mengendalikan emosi saat berhadapan dengan orang-orang
kontra adalah Anas Urbaningrum. Politisi alumni Partai Demokrat ini selalu bisa tampil
mengagumkan ketika berbicara di depan khalayak terutama orang-orang yang tak sejalan dengan
beliau. Kendati beberapa lembar hidupnya berisi noktah yang mencederai pribadinya sebagai
seorang tokoh, namun satu hal yang membuat saya respek terhadapnya adalah ketika berdialog
atau berdebat, ia selalu menunggu lawan bicaranya selesai beropini. Ia mengesankan melalui
diamnya, memesonakan melalui ekspresi seriusnya saat mendengarkan. Ia pandai mengambil jeda
dalam kalimat-kalimatnya. Dan itu membuat lawan bicaranya malah bernafsu menunggu
komentarnya.

Ia bahkan sering memilih diam yang cukup panjang ketika argumennya terus disela dan dibantah
sampai-sampai moderator menyetop paksa nara sumber tersebut dan kemudian memberikan
ruang pada Anas.

Begitupun dengan Hanta Yuda, Rafly Harun, Johan Budi, Febri Diansyah atau Efendi Ghazali.
Menurut saya, mereka ini tipe orang yang ketika menyampaikan sesuatu membuat kita tak
kehilangan minat mendengarkannya, tak merendahkan nalar ketika kita menyetujuinya. Pun saat
kita mengkritiknya, memprotesnya, tak lantas menjadikan kita lawannya, musuhnya, rivalnya.
Kritik dan protes tersebut tak membuat mereka membenci kita, yang ada malah membuat kita
semakin sulit membencinya. Orang macam ini selalu meninggalkan kesan sebagai sosok terbaik
sehingga kita sampai memiliki keinginan agar mereka hidup selamanya.

Dari orang-orang ini saya belajar banyak bagaimana bertingkah di dalam forum atau ketika terlibat
dalam diskusi dan debat. Seperti mencoba sabar dan tetap fokus mendengar pembicaraan apapun
isinya. Entah penjelasan, pemaparan, pembelaan diri, retorika, atau bahkan sumpah serapah,
tertawa sinis, hinaan serta caci maki. Pada prakteknya tak selalu mulus memang. Karena
menyesuaikan diri di tengah diskusi yang menganut sistem koboy tentulah sangat tak mudah.

Pernah suatu ketika –secara tidak sengaja, saya terlibat diskusi dengan lelaki yang baru saya kenal
lewat sosial media (dan sosial media acap kali menjadi sumber masalah ketika seseorang
kehilangan kontrol terhadapnya). Ia berasal dari Ambon, dan baru saja aktif di partai politik. Dalam
hitungan bulan menjejakkan kakinya di Perindo, yakni partai yang baru lahir dan sedang
bertumbuh. Dari dikusi politik praktis, entah kenapa kami membicarakan Soekarno. Lalu saya
ceritakan padanya tentang pengawal Soekarno yang beretnis Ambon. Ketika penjelasan saya belum
sampai seperempatnya, belum bisa ditebak jalan ceritanya dan bahkan belum cukup pas untuk
menarik kesimpulan, tiba-tiba lelaki ini meradang dan menyela dengan kalimat-kalimat
perundungan. Alih-alih selaan tersebut tepat, malah menyimpang dari apa yang hendak saya
paparkan.

Namun lelaki ini terus membombardir saya dengan kata-kata bernada emosi. Akhirnya saya meng-
cut amarahnya dan menyuruhnya tenang agar saya bisa melanjutkan pemaparan yang terhenti di
tengah jalan. Ia menurut. Saya lanjut. Dan ketika pemaparan saya selesai, barulah lelaki itu ber-
ooohhh – panjang. Nampaknya ia lega setelah sekian menit bersenggama dengan kesalah pahaman.

Ketidaksabaran berbicara, kata Milan Kundera, juga berarti ketidaksabaran untuk mendengarkan.
Mereka gagal menangkap maksud karena terlanjur menyela pembicaraan dengan berteriak lantang
hingga yang terjadi adalah kesalah pahaman bergegas. Lalu kesalah pahaman yang bergegas ini
akan mencuatkan nalar-nalar tanggung, terbang dan berjatuhan bagaikan dedaunan yang dikibas
angin.


Tag : diskusi, talkshow, menyela pembicaraan, milan kundera, debat, etika, anas urbaningrum,
hanta yuda, emosi, rimba

COMMENTS

Name

asian games 2018 , 1 , asiangameskita , 1 , ayah , 1 , ayam geprek , 1 , ayam geprek kota medan , 1 , BPOM , 1 , cerpen , 1 , energiasia , 1 , event , 4 , Headline , 25 , I am geprek bensu , 1 , kateter , 1 , KISAH , 14 , perspektif , 33 , prostat , 1 , review , 3 , sakit , 1 ,
ltr
item
Perspektif: Diskusi Ala Hutan RImba
Diskusi Ala Hutan RImba
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzJfuezLJEy3j2u01Vtg7bkhu6DnU8Q7Cr8e6cXe27jIn7bBiddH_m8Md243NEyI63Inkl_6G3NLPgWHRy7JYqtlG5xn2xQ2ya_25YMXUBAj-WavFf9hMQimLWN68ILfrz0MkD9Lu1XubQ/s640/Diskusi+Ala+Hutan+Rimba.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzJfuezLJEy3j2u01Vtg7bkhu6DnU8Q7Cr8e6cXe27jIn7bBiddH_m8Md243NEyI63Inkl_6G3NLPgWHRy7JYqtlG5xn2xQ2ya_25YMXUBAj-WavFf9hMQimLWN68ILfrz0MkD9Lu1XubQ/s72-c/Diskusi+Ala+Hutan+Rimba.jpg
Perspektif
https://dinnafnorris.blogspot.com/2017/03/diskusi-ala-hutan-rimba_17.html
https://dinnafnorris.blogspot.com/
https://dinnafnorris.blogspot.com/
https://dinnafnorris.blogspot.com/2017/03/diskusi-ala-hutan-rimba_17.html
true
2888535187332573494
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy